Merintis Jalan Kemandirian Energi dan Pangan

Merintis Jalan Kemandirian Energi dan Pangan

Kemandirian di bidang energi dan pangan menjadi tantangan besar bangsa Indonesia. Jumlah penduduk yang akan makin berlipat di tahun-tahun mendatang, menyebabkan kebutuhan akan energi dan pangan juga akan semakin membengkak. Jalan menuju kemandirian energi dan pangan harus segera dirintis sedini mungkin.

Desakan agar Indonesia mandiri dalam energi dan pangan itu dikemukakan dalam diskusi “Menanam Benih Kemandirian” yang berlangsung di Soehanna Hall, The Energy Building, Jakarta, 14 Maret 2015. Founder Medco Foundation, Arifin Panigoro, yang menjadi salah satu pembicara dalam diskusi ini, mengingatkan bahwa akan makin berat buat Indonesia jika tidak mampu mencukupi kebutuhan energi dan pangan nasional.

“Soal energi dan pangan dua-duanya sangat releven sekarang  ini. Minyak kita hampir habis, maka kita perlu mencari alternatif lain yang kita punya. Pengembangan pangan juga harus terus dilakukan. Kita bisa membuka sawah baru yang tidak terlalu banyak membutuhkan air,” katanya.

Di bidang energi Arifin Panigoro mengingatkan bahwa produksi dan cadangan minyak terbukti di Indonesia terus menurun. Sementara di sisi lain, kebutuhan energi terutama bahan bakar minyak semakin bertambah. Solusi menuju kemandirian energi, salah satunya bisa dicapai dengan mengembangkan energi terbarukan. “Yang kita punya apa saat ini? Kita produsen kelapa sawit nomor satu dunia, itu bisa untuk kebutuhan energi terbarukan. Yang penting rakyat diberdayakan kalau diextend untuk kebun energi,” katanya.

ap02

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, yang juga hadir dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa dalam kebijakan energi nasional, pengembangan energi terbarukan memerlukan komitmen politik yang kuat. “Sekarang energi terbarukan mahal, tapi ke depan, ketika minyak fosil dan gas habis, maka tidak ada yang tidak mahal lagi. Ke depan kita tidak akan rely on pada minyak fosil, tapi ke energi terbarukan ,” ungkap Sudirman.

Di bidang pangan, Direktur Utama Bulog, Leni Sugihat, menyatakan bahwa saat ini kebutuhan pangan di Indonesia masih menggantungkan pada jutaan petani kecil yang menggarap sawah rata-rata sekitar 0,3 hektar. “Itu pun kebanyakan petani penggarap, akan sangat mahal produksinya. Seandainya ada perluasan dan menjadi milik pemerintah, maka petani bisa menjadi plasma bagi pemerintah,” katanya. Leni juga menegaskan bahwa untuk mencapai kemandirian pangan, Indonesia perlu memperbaiki manajemen penyimpanan. “Negara tetangga ada yang bisa menyimpan dalam kondisi fresh selama lima tahun,” ujar Leni.

Kebutuhan untuk memperluas lahan pertanian juga diingatkan Siswono Yudohusodo. Menurutnya Indonesia perlu memperluas lahan jika ingin lebih memperkuat ketahanan pangan. Hal ini karena jumlah penduduk yang terus meningkat. “Setiap satu orang di Indonesia ditopang sekitar 450 lahan pertanian, di Thailand satu orang ditopang 5.000 meter persegi tanaman pangan,” ungkap Siswono.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, yang juga menjadi pembicara mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan cita-cita kemandirian energi dan pangan dibutuhkan dukungan manusia-manusia handal. Menurutnya masih banyak orang yang percaya Indonesia kaya minyak, padahal yang benar seharusnya adalah Indonesia kaya manusianya. Oleh karena itu pengembangan kapasitas manusia melalui pendidikan harus terus diperhatikan. “Sekarang ada sekitar 15 ribu institusi pendidikan yang tidak ada listriknya. Kalau sekolah-sekolah itu bisa menggunakan tenaga surya, lalu mereka bisa mendidik masyarakat sekitarnya, efeknya akan luar biasa,” jelas Anies.

Diskusi “Menanam Benih Kemandirian” diselenggarakan dalam rangka peluncuruan buku “Revolusi Energi: Solusi Krisis Energi dan Pengentasan Kemiskinan” karya Arifin Panigoro. Diskusi ini sekaligus juga untuk memperingati hari ulang tahunnya yang ke-70 pada 14 Maret 2014. ***

Leave a Comment