Praktek corporate social responsibility (CSR) oleh berbagai perusahaan telah berkembang dari masa ke masa. Program CSR yang dilakukan suatu perusahaan tak lagi hanya dipandang sebagai bagian dari model pemasaran. Pada saat ini, suatu kegiatan CSR juga harus memperhatikan aspek lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat sekitar, konsumen, dan sumber daya manusia pada perusahaan itu sendiri.
Demikian dikatakan konsultan CSR, Ismaya Aji dan M Fajri, dalam sebuah acara diskusi yang diselenggarakan Medco Foundation di Jakarta, 29 April 2015. Menurut Ismaya Aji, konsultan yang telah membantu program CSR pada lebih dari dua puluh perusahaan di Indonesia, pelaksanaan CSR harus menjadi komitmen perusahaan. Oleh karena itu, meski bersifat voluntary, tapi praktek CSR mesti dikerjakan dengan serius. “CSR memang tidak sepenuhnya mandatory, tapi suatu program CSR harus dilaksanakan dengan tahapan yang jelas, misalnya dengan pelaksanaan social mapping dan stakeholder engagement. Hal ini agar tercipta suatu hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan lingkungan, masyarakat, konsumen, juga sumber daya manusia yang bekerja untuk perusahaan itu,” katanya.
Penggunaan tahapan pelaksanaan CSR yang jelas seperti dengan menyusun social mapping dan stakeholder engagement dimaksudkan agar program CSR yang dibuat tidak salah sasaran. Selain itu prosedur ini juga akan menunjukkan komitmen suatu perusahaan dalam melakasanakan suatu kegiatan CSR yang bersifat pemberdayaan dan pembangunan berkelanjutan.
“CSR itu bukan sekedar kegiatan charity. Tapi pada intinya adalah pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu orientasinya adalah pembangunan berkelanjutan untuk lingkungan, masyarakat, konsumen, juga sumber daya manusia yang ada,” ujar Ismaya Aji.
Sementara itu M Fajri, konsultan dan praktisi yang berpengamalan selama sebelas tahun di bidang good corporate governance dan etika bisnis, mengungkapkan bahwa CSR sebenarnya telah diatur di Undang-Undang (UU) No. 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2012 juga menjelaskan tentang pelaksanaan CSR di Indonesia. “Sayangnya perangkat perundangan yang kita miliki saat ini belum menjelaskan sanksi pidana atau perdata yang tegas dan jelas kepada perusahaan yang tidak melaksanakan CSR,” katanya. Karena sanksinya belum jelas, masih banyak perusahaan yang tidak melakukan program-program CSR kepada masyarakat.
Meski belum mengatur sanski yang jelas dan tegas, tapi perusahaan-perusahaan di Indonesia seharusnya melaksanakan kegiatan CSR sebagai bentuk komitmennya terhadap lingkungan, masyarakat, konsumen, dan sumber daya manusianya. Selain itu pelaksanaan CSR juga akan menunjukkan identitas suatu perusahaan sebagai entitas bisnis yang beretika dan menjalankan peraturan yang berlaku.
Agar menjadi komitmen yang kuat dan serius dilaksanakan, M Fajri mengungkapkan bahwa program CSR harus dimasukkan dalam rencana kerja perusahaan. Pelaksanaan program CSR suatu perusahaan untuk selanjutnya juga mesti diawasi oleh dewan komisaris dan dilaporkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Lebih lanjut M Fajri menjelaskan bahwa CSR merupakan suatu investasi jangka panjang. Oleh karena itu hasilnya terkadang tidak bisa dinikmati dalam jangka pendek. “Tetapi suatu perusahaan yang merumuskan dan melaksanakan kegiatan CSR dengan benar, termasuk dengan melakukan social mapping dan stakeholder engagement, akan merasakan keuntungan penting dalam jangka panjang, seperti harmonisasi kinerja perusahaan dan hubungan dengan masyarakat sekitarnya,” katanya. ***