Menapak Jejak di Wukirsari

Menapak Jejak di Wukirsari

SEJAK pagi Kamis, 11 Mei 2017, Pustaka Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta, tak seperti biasanya. Lebih riuh dan ramai. Banyak anak desa, bocah hingga remaja, hilir mudik bergantian memasuki gedung. Canda riang mereka membuat pustaka penuh warna.

Di selasar bangunan itu mereka berkumpul. Delapan sampai sepuluh anak duduk membentuk lingkaran. Belajar melukis topeng kayu.

Di sudut lain, di dekat pintu utama pustaka, sekelompok ibu sibuk menyiapkan bazaar kuliner kampung. Asap mengepul dari tumpukan bakul berisi kacang, pisang, dan singkong rebus. Aroma khas dari rempah wedang uwuh, minuman tradisional di sana, juga menambah semarak suasana.

Sementara dua ibu lainnya sibuk menata lembaran-lembaran batik tulis karya mereka di meja pajangan.

Menjelang sore sorak-sorai dan tawa di pustaka semakin tinggi, mengiringi setiap lakon yang dimainkan Wayang Gemblung. Keramaian itu berpuncak pada peluncuran buku “Jejak kami di Wukirsari”, kemudian ditutup  dengan lampion yang dilepas dari tepi sawah desa.

Riuh dan ramai sepanjang hari itu adalah bagian dari “Menapak Jejak di Wukirsari”, festival yang diselenggarakan Pustaka Desa Wukirsari dan Medco Foundation untuk memperingati sebelas tahun bencana gempa Yogyakarta.

“Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, peringatan gempa Yogyakarta oleh Pustaka Desa Wukirsari tahun ini ikut dimeriahkan dengan peluncuran buku Jejak Kami di Wukirsari,” ujar Say Shio, koordinator acara.

Medco Foundation, lembaga sosial, meluncurkan Jejak Kami di Wukirsari, buku yang mengulas pengabdian yayasan itu dalam merekonstruksi Bantul paskabencana gempa sebelas tahun silam.  Ketua Medco Foundation, Roni Pramaditia, mengatakan Jejak Kami di Wukirsari berisi gairah dan harapan masyarakat Yogyakarta untuk bangkit setelah bencana gempa yang menewaskan 5.800 jiwa pada Mei 2006 silam.

“Gairah dan harapan untuk bangkit setelah bencana begitu besar. Dan, buku ini menandai perjalanan kami di sisi masyarakat Yogyakarta ketika mereka bangkit dari duka,” ujar Roni.

Selain peluncuran buku, Medco Foundation menyelenggarakan serangkaian kegiatan untuk memperingati sebelas tahun gempa Yogyakarta, di antaranya pameran foto, pentas wayang, workshop topeng kayu, bazaar kuliner khas Yogyakarta. Acara ini melibatkan warga setempat dan terbuka untuk umum.

“Melalui rangkaian acara ini, kami ingin mengapresiasi masyarakat Bantul, terutama warga Desa Wukirsari, yang telah mendukung kehadiran dan pengabdian organisasi ini kepada masyarakat di Yogyakarta. Melalui kegiatan ini, kami mengajak semua untuk melihat kembali jejak yang kami tinggalkan di Wukirsari, jejak langkah untuk masa depan Yogyakarta yang lebih baik,” ujar Roni.

Bagi Medco Foundation, Desa Wukirsari adalah pijakan pertama sebelum lembaga ini melesat lebih tinggi. Kiprah yayasan ini di Yogyakarta diawali dengan pembentukan posko penyaluran bantuan tanggap darurat di daerah Sewon, Bantul. Di lokasi ini, Medco Foundation yang kala itu masih bernama Yayasan Pendidikan Medco menyalurkan barang-barang kebutuhan para korban bencana. Masyarakat dari berbagai daerah di Bantul, bahkan dari Gunungkidul, memanfaatkan keberadaan posko ini untuk mendapatkan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun, dengan tujuan lebih fokus menyalurkan bantuan usai masa tanggap darurat, Medco Foundation kemudian memindahkan posko ke Dusun Cleret, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul. Di Wukirsari ini kemudian berbagai kegiatan dilakukan Medco Foundation hingga bertahun-tahun setelah masa tanggap darurat usai.

“Banyak yang kami tinggalkan di Wukirsari. Salah satunya pustaka desa, yang kini kami jadikan pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat,” sebut Roni.

Pusat Keratifitas Warga

Riuh ramai di Pustaka Desa Wukirsari tidak hanya terjadi di festival. Sebelumnya pustaka ini tidak pernah sepi dari kegiatan warga. Beberapa komunitas berkumpul di sana, mulai dari pegiat literasi, hingga komunitas pecinta budaya. “Anak-anak desa juga menjadikan pustaka ini pusat pengembangan kreatifitas mereka,” kata Ujang, Ketua Pengurus Pustaka Desa Wukirsari.  

Cak Udin, budayawan di Bantul, mengatakan sudah semestinya Pustaka Desa Wukirsari dijadikan pusat kreatifitas warga desa. Tidak hanya jadi pusat ilmu pengetahuan, segala macam kreatifitas seni-budaya bisa dilahirkan dari pustaka tersebut. Karena itu, ia berharap pengurus pustaka selalu membuka ruang bagi komunitas-komunitas yang ada untuk terus meramaikan fasilitas tersebut.

“Kami dari komunitas akan senang jika mendapat ruang untuk berkreasi dan pustaka ini akan bisa melahirkan banyak gagasan,” ujarnya.

Perwakilan Asosiasi Lurah Yogyakarta, Sulistyo, mengatakan keberadaan Pustaka Desa Wukirsari patut dicontoh desa-desa lainnya. Ia berharap Medco Foundation, serta pihak swasta lain di Yogyakarta andil membangun banyak pustaka di daerah setempat.

“Melihat manfaat dari Pustaka Desa Wukirsari, kami menaruh harapan besar di masa depan Medco Foundation bekerja sama dengan desa-desa lain di Yogyakarta untuk membangun pustaka,” ujar Sulistyo. [INS]

Leave a Comment