Tujuh puluh tahun sudah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Di usia ini generasi baru telah tumbuh. Mereka menggantikan generasi lama yang dahulu terlibat dalam pendirian bangsa. Bagi generasi baru ini, hal yang penting dalam merayakan kemerdekaan negara bukan lagi sekedar mereflesikan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi juga melihat tantangan yang akan terjadi di masa depan.
“Ketika berbicara kemerdekaan di usia tujuh puluh tahun, konteksnya bukan sekedar refleksi, tetapi juga proyeksi ke depan. Karena yang hadir adalah anak-anak muda, generasi baru yang berbicara kemerdekaan untuk ke depan,” demikian dikatakan Anies Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dalam sebuah orasi pada Malam Budaya “Cahaya untuk Indonesia” yang diselenggarakan Medco Foundation di Jakarta, 21 Agustus 2015.
Anies melihat bangsa Indonesia telah melewati berbagai fase sebagai modal penting untuk menjaga keutuhan sekaligus membangun bangsa ini ke depan. Dalam pandangan Anies, konstruksi bangsa Indonesia pada awalnya dibangun dari imajinasi. Indonesia adalah suatu bangsa yang dibayangkan secara kolektif sebagai sebuah bangsa, yang berangkat dari suku-suku atau kaki-kaki bangsa yang ada di Nusantara. Imajinasi sebagai satu bangsa ini diterjemahkan oleh para intelektual pendiri negara yang mampu menggabungkan konsep budaya Indonesia dengan pikiran modern sebagai sebuah bangsa.
“Kalau kita lihat perdebatan di BPUPKI atau kemudian Konstituante, mereka ingin membangun sebuah bangsa dengan semangat gotong royong dalam sebuah negara demokrasi modern. Ini dilakukan orang-orang dasyat yang melihat dunia di masa itu dengan perspektif luar biasa,” ujar Anies.
Para pendiri bangsa, ujar Anies, telah berhasil merumuskan dan melahirkan bangsa, tanah air, dan bahasa yang sama, sebagaimana dicetuskan dalam Sumpah Pemuda. Setelah kemerdekaan, maka negara Indonesia lahir sehingga bangsa Indonesia mempunyai negara yang sama. Melalui jasa Ir. Juanda hadirlah Indonesia sebagai teritori yang sama. Dengan modal soft infrastructure lengkap yang telah dirintis sejak lama, maka tantangan bangsa Indonesia ke depan, kata Anies, adalah keutuhan ekonomi. “Jadi PR kita ke depan adalah membangun hard infrastructure supaya kita sampai pada keutuhan ekonomi. Sebab membangun Indonesia tanpa rasa kesamaan akan sulit,” terangnya.
Anies mengingatkan bahwa optimisme penting dihadirkan pada saat-saat seperti ini. Menurutnya, suasana optimistis penuh harapan sangat mewarnai kemerdekaan di masa itu. Hal inilah yang harus kita bawa lagi di era sekarang. “Saya pernah tanya pada Pak Ajib Rosidi bagaimana suasana di masa itu, beliau menjawab bahwa Indonesia di masa itu penuh dengan optimisme, penuh dengan sikap-sikap positif. Saya rasa, di usia yang ketujuh puluh tahun, bangsa Indonesia yang super bhineka ini harus mengembalikan optimism seperti itu,” jelas Anies.
Lebih lanjut hal yang disampaikan Anies untuk mengembalikan cahaya bagi Indonesia adalah perlunya memperkuat pembagunan bahasa sebagai soft infrastructure penting pemersatu bangsa. Ia menyatakan bahwa tantangan terbesar perkembangan bahasa Indonesia sehingga belum mampu menjadi bahasa internasional –meski digunakan 500 juta orang atau sekitar 10% penduduk dunia—adalah karena bahasa Indonesia masih kekurangan kosa kata. Bahasa Indonesia, kata Anies, hanya mempunyai sekitar 91.000 kosa kata, jauh dari kosa kata bahasa Inggris yang mencapai 1 juta kata. Namun Indonesia mempunyai banyak bahasa daerah yang bisa menambah kosa kata bahasa Indonesia.
“Kalau kita ingin mengembalikan cahaya bagi Indonesia, kita harus bangun bahasa Indonesia. Sekarang banyak bahasa-bahasa daerah yang nyaris punah. Kita jangan membangun cagar bahasa karena itu malah mematikan, tetapi memasukkan bahasa daerah itu ke dalam bahasa Indonesia,” kata Anies. “Bahasa bukan soal salah benar, tapi soal bisa diterima atau tidak (kesepakatan).”
Terakhir, Anies mengungkapkan optimismenya terhadap masa depan bangsa Indonesia. Anak-anak dari generasi baru bagaimana pun telah memberi semangat baru bagi bangsa Indonesia. “Kita mempunyai generasi yang mumpuni, yang terdidik dan tercerdaskan. Persyaratan untuk optimistis lebih banyak tersedia,” katanya. ***
Indeed, patriotism is the paired of patriotism, because it is an fondness for something that is in perpetual modify, and yet seems mysteriously unchanged essay writing year 9 Unsafe roughly at vanderbilt didnt let card of ada. Retrieve that an collegiate essay requires collegiate sources