Ketika ucap “Berikan aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncang dunia” menggelegar dari mulut Bung Karno sekian dasawarsa lalu, relevansinya ternyata masih sangat sesuai dengan konteks kekinian. Berbicara kekinian artinya berbicara tentang tantangan zaman yang semakin beragam dengan tingkat kesulitan yang semakin tinggi, kondisi yang niscaya memerlukan para pelaku perubahan yang juga harus semakin mumpuni.
Semangat perubahan yang dalam realita pelaksanaannya menapaki beragam jalur maupun cara, selalu memantik rupa-rupa gesekan yang kadang lebih merupakan manifestasi anarki ketimbang cerminan sisi inovasi. Manifestasi anarki inilah yang sekarang kental mewarnai gerak pilar pelaku perubahan negeri yang konon katanya dinisbatkan kepada golongan dengan label “pemuda” (baca : usia 16 – 65 tahun, pasal 1 ayat 1 UU No 40 tahun 2019 tentang kepemudaan).
Tidak mengutuk hal yang telah lalu serta tidak juga mencari akar kesalahan dari melencengnya laju gerak sebagian pemuda dalam menjalankan perubahan, kerinduan terhadap munculnya para pemuda yang inovatif, progresif dan mengusung aura persatuan menjadi lebih penting untuk dibicarakan. Terlebih pada hari ini, 28 Oktober, hari sakral para pemuda, hari sumpah pemuda, hari dimana kontemplasi untuk mengkalibrasikan ulang jati diri pemuda yang mungkin masih ada di zona anarki dan bukan di zona perubahan konstruktif sehingga muncul menjadi pemuka negeri, menemukan kembali posisi pentingnya untuk digaungkan.
Selamat hari sumpah pemuda untuk semua insan pemuda Republik Indonesia yang tengah menghela “lokomotif perubahan”, nasib cipta negeri maju negeri sejahtera ada ditangan anda semua.
(28 Oktober 2020, Rendra Permana)