Menjelang perayaan Hari Guru Nasional 2019 di media sosial beredar teks pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nabiel Makarim. Dalam teks pidato tersebut, Nadiem menyinggung berbagai masalah yang dihadapi guru-guru di Indonesia pada saat ini. Ia, antara lain, menulis:
“Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu anda habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas. Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan.”
Problematika guru di Indonesia memang banyak dan seolah tak pernah habis. Dari data di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah guru di Indonesia diperkirakan sekitar 3.017.296 guru dengan 2.114.765 di antaranya mengajar di sekolah negeri. Di sekolah swasta jumlah guru sekitar 902.531. Dari sekitar 3 juta guru, jumlah guru berstatus honorer diperkirakan sekitar separuhnya. Besarnya jumlah guru honorer menunjukkan bahwa kebutuhan akan guru di Indonesia cukup tinggi.
Namun status dan kesejahteraan guru hanyalah salah satu masalah di dunia pendidikan kita. Problem lain misalnya pemerataan. Sudah sering kita mendengar wilayah-wilayah terluar di Indonesia membutuhkan guru. Memang, pada saat ini konsentrasi ketersediaan guru di Indonesia lebih banyak di Jawa dan daerah-daerah lain yang padat penduduknya. Berbagai usaha pemerataan guru, termasuk mengirim guru-guru ke daerah terpencil, belum bisa mencapai hasil pemerataan yang optimal.
Isu lain yang menjadi persoalan mendasar mengenai guru adalah masalah kompetensi dan kualitas guru. Sebagian guru masih belum memenuhi syarat kualifikasi akademis. Bahkan, diperkirakan, sekitar 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Jumlah guru PNS yang sudah tersertifikasi pada saat ini baru sekitar 1.174.377 guru. Ada pun guru non-PNS yang sudah memiliki sertifikat profesi sekitar 217.778 guru. Usaha meningkatkan kualitas guru dengan demikian harus terus diupayakan semua pihak, terutama oleh pemerintah.
Meski berbagai persoalan masih merundung dunia pendidikan, khususnya para guru, Nadiem mengajak para guru tidak tenggelam dalam rasa pesimisme. Sebagai tulang punggung pembentukan generasi masa depan bangsa, Nadiem mengajak para guru untuk membuat perubahan, sekecil apa pun perubahan itu. Ia menulis:
”….perubahan tidak dapat dimulai dari atas. Semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambillah langkah pertama.”
“Besok, di mana pun anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas anda. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.”
Demikian beberapa penggalan teks pidato tersebut.
Semangat yang ingin ditularkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memang terasa pas dengan situasi dan kondisi saat ini. Pada saat semua bidang kehidupan menghadapi tantangan kemajuan teknologi, semua pihak harus terus melakukan inovasi. Tanpa melakukan inovasi, kita akan tertinggal. Oleh karena itu, di tengah keterbatasan apa pun, inovasi-inovasi cerdas yang dilakukan oleh para guru akan sangat penting bagi kemajuan pendidikan bangsa Indonesia. *** (dari berbagai sumber)