Bagi masyarakat Indonesia, beras masih menjadi bahan pangan utama. Sebagai makanan pokok, konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 124 kilogram per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk sekitar 265 juta jiwa, kebutuhan beras di Indonesia bisa mencapai sekitar 33 juta ton per tahun. Kebutuhan beras akan semakin membesar seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Kondisi ini tentu mengkhawatirkan. Ketahanan pangan yang berbasis pada beras semata sangatlah rentan. Kita membutuhkan adanya kenakeragaman pangan dalam rangka memperkuat ketahanan pangan nasional. Kebetulan, Indonesia sering disebut sebagai negara kedua setelah Brazil yang memiliki sumber daya pangan terbanyak di dunia. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian, Indonesia tercatat memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, juga 110 jenis rempah dan bumbu.
Salah satu tanaman yang bisa menjadi bahan pangan alternatif adalah sorgum. Tanaman ini merupakan tanaman multifungsi. Selain bisa digunakan sebagai bahan pangan, tanaman ini juga punya potensi lain. Jika dibandingkan dengan bahan pangan lain, sorgum termasuk memiliki kandungan nutrisi yang bagus. Kandungan protein tepun biji sorgum, misalnya, bisa mencapai 10,11 persen.
Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa sorgum memiliki kandungan protein, kalsium, zat besi, fosfor, dan vitamin B1 yang lebih tinggi dibanding beras. Kandungan seratnya juga tinggi. Ini membuat sorgum sangat cocok dikonsumsi penderita diabetes karena kandungan gulanya yang sedikit.
Selain itu, katul bijinya juga mengandung zat tanin yang mempunyai enzim untuk menghambat proses terserapnya pati oleh tubuh. Hal ini dapat membantu kontrol kadar glukosa dan kadar insulin dalam tubuh. Tak hanya sampai itu, sorgum juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan pengembangan dan sirkulasi sel darah merah, mencegah pertumbuhan kanker dan tumor, serta dapat mengontrol kolesterol, dan menguatkan jantung.
Tanaman yang berasal dari Etiopia ini merukapan tanaman berjenis gramimae, yaitu tanaman yang berjenis rumput-rumputan atau padi-padian. Tanaman ini tahan akan perubahan iklim dan hanya membutuhkan air sedikit untuk bertahan. Masa tumbuhnya juga bisa dibilang cepat. Hanya dengan waktu 90-100 hari sorgum sudah siap panen. Bahkan setelah dipanen pertama, sorgum masih dapat tumbuh dua hingga tiga kali. Karenanya, dalam setahun sorgum dapat dipanen sebanyak tiga hingga empat kali.
Di Indonesia, pada saat ini, sorgum lebih dikenal sebagai bahan pakan hewan-hewan ternak. Batang dan daunnya dapat digunakan untuk pakan hewan-hewan ternak seperti kerbau dan sapi. Namun, selain itu sebetulnya sorgum juga dapat dikonsumsi oleh manusia. Sorgum yang dikonsumsi oleh manusia ialah jenis bicolor yang berwan merah atau putih. Uniknya nama sorgum berbeda di setiap daerah di Indonesia, seperti di Jawa Tengah sorgum dikenal dengan nama cantel, di Jawa Barat dengan nama gandrung, di Lombok dengan nama bleleng.
Sebelum era Orde Baru, dari berbagai informasi, sorgum sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, setelah Orde Baru pemerintah kian berfokus pada budi daya beras sehingga sorgum dan bahan pangan lain tertinggal.
Dalam beberapa tahun belakangan, upaya pengembangan sorgum dengan tujuan mengurangi ketergantungan masyarakat pada padi atau beras terus dilakukan. Budi daya ini telah berlangsung di Pulau Jawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, pengembangan sorgum paling dinilai berhasil di NTT. Hal ini dianggap karena NTT memiliki beberapa wilayah iklim panas dengan paparan matahari yang lebih lama.
Upaya pengembangan sorgum ini perlu didukung. Tak hanya terkait pengembangan budidaya, berbagai pengembangan dan penelitian lain terkait manfaat sorgum sebagai bahan pangan alternatif juga harus terus digalakkan. *** (Aranzsa Audi, dari berbagai sumber)