Dalam rangka kampanye penggunanaan energi terbarukan sebagai solusi krisis energi, Medco Foundation dan Pertamina bersama-sama menjadi sponsor untuk Forum Bimasena dalam acara Forum Group Disscusion (FGD) bertema “Membongkar Kendala Pengembangan Industri Biofuel Sebagai Solusi Krisis Energi.” Acara yang diselenggarakan pada 20 Maret 2014 di Jakarta tersebut dihadiri oleh sekitar 40 perwakilan dari pemerintah, akademisi, media massa, NGO, dan pelaku industri biofuel.
Dalam acara tersebut, para peserta menyampaikan desakan agar pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan memiliki kesadaran bersama bahwa Indonesia sedang mengalami krisis energi. Sewaktu-waktu di Indonesia bisa terjadi chaos besar jika pemerintah tak mampu memenuhi kebutuhan energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) untuk masyarakat. Sebab cadangan BBM Indonesia saat ini hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan selama 5 hari, yang menggambarkan kondisi rawan ketahanan energi untuk negara dengan jumlah penduduk besar.
Inil adalah fakta yang harus disadari rakyat Indonesia saat ini. Setiap hari Indonesia harus mengimpor BBM sekitar 900 ribu barel per hari dari total kebutuhan sekitar 1,4 juta barel per hari. Artinya jika Indonesia tidak melakukan impor BBM satu hari saja, ketahanan energi kita langsung goyah. Tercatat impor menyak mentah dan BBM pada tahun lalu telah menguras kas negara sekitar 42 miliar US dollar.
Rapuhnya ketahanan energi di Indonesia, di satu sisi, disebabkan oleh menurunnya produksi minyak serta semakin menipisnya cadangan minyak Indonesia secara signifikan. Saat ini produksi minyak di Indonesia hanya sekitar 830 ribu barel per hari. Angka ini tentu saja jauh dari puncak produksi minyak pertama (first peak oil) pada 1977 yang mencapai 1,683 juta barel per hari dan second peak oil pada 1995 sebesar 1,624 juta barel per hari. Untuk memenuhi kekurangan kebutuhan, Indonesia mau tak mau harus mengimpor minyak sejak 2004.
Cadangan minyak terbukti (proven reserve oil) di Indonesia sendiri saat ini juga hanya ada sekitar 3,7 miliar barel. Dengan laju produksi sekitar 312 juta barel per tahun, jika tidak ditemukan sumber minyak baru, maka cadangan minyak di Indonesia akan habis dalam 11 tahun ke depan.
Di sisi yang lain kebutuhan BBM akan semakin naik. Lihat saja, misalnya, pertumbuhan jumlah sepeda motor sekitar 7 juta per tahun dan mobil sekitar 1 juta per tahun, mau tak mau membutuhkan BBM yang semakin besar. Dengan kebutuhan yang BBM yang semakin besar, jika kebijakan subsidi BBM terus diterapkan pemerintah, Indonesia tinggal menunggu waktu menuju kebangkrutan. Angka-angka pertumbuhkan ekonomi yang tinggi yang dicapai Indonesia akan menjadi tidak berarti.
Jika kita tengok ke belakang, dalam sepuluh tahun terakhir, anggaran negara kita untuk subsidi BBM meroket tajam. Sebagai contoh, akibat kegagalan mengendalikan konsumsi BBM di tahun 2013, maka pemerintah Indonesia harus mengeluarkan biaya untuk subsidi BBM sekitar Rp 194 triliun atau hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Maka dibutuhkan usaha serius dan menyeluruh untuk mengantisipasi skenario suram di atas. Salah satu antisipasi yang harus dilakukan adalah dengan menggali akar persoalan yaitu: masalah sumber-sumber energi terbarukan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu industri biofuel harus dipercepat agar Indonesia bisa keluar dari kondisi krisis energi.
Salah satu kendala industri biofuel yang mengemuka dalam FGD Bimasena adalah ketiadaan leadership dalam proses pengadaan biofuel. Sinyalemen ini mencuat karena para peserta diskusi melihat diskursus biodiesel ini bukan sekadar domain dari satu kementrian saja. Tapi lebih merupakan kegiatan bersama yang memerlukan sinkronisasi dan koordinasi lintas kementerian, dari kementrian ESDM, urusan perizinan tanah, kementrian pertanian, kementrian kehutanan hingga kementrian keuangan.
FGD Bimasena juga mendesak pemerintah untuk mengintegrasikan kegiatan pengembangan biodiesel dalam proses peningkatan kesejahteraan petani sawit. Baik dari upaya intensifikasi tanaman berupa penerapan teknologi budidaya, bibit, pupuk dan proses pengolahan hasil panen yang lebih baik, atau pun dengan ektensifikasi kelapa sawit dengan mengoptimalkan penggunaan lahan-lahan terlantar yang jumlah mencapai puluhan juta hektar di tanah air.
Di akhir pertemuan peserta FGD Bimasena meminta agar pemerintah yang baru terbentuk pasca Pemilu 2014 bersedia mendengar dan menerima masukan ini untuk terwujudnya cita-cita bersama yakni ketahanan energi nasional. ***