25 November 2015 –
Dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November ini, redaksi medcofoundation.org menayangkan artikel tentang sosok Tjandra Heru Awan (1951-2008). Di masa hidupnya beliau dikenal sebagai seorang guru yang telah memberi banyak inspirasi. Berbagai alat peraga pendidikan fisika dengan menggunakan barang-barang yang sederhana –sebagian besar adalah barang bekas– lahir dari tangannya. Kumpulan karya-karyanya pernah dibukukan oleh Medco Foundation dengan judul “Tangkas Bersama Laga Si Rangkas: Panduan Membuat Alat Peraga dari Barang Bekas”. Tulisan ini merupakan salah satu bentuk apresiasi kami kepada almarhum yang telah memberikan dedikasinya pada dunia pendidikan di Indonesia.
***
Beberapa guru fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) berkumpul di Gedung Medco pada suatu siang di bulan Maret 2007. Mereka tengah melakukan lokakarya. Si pemberi materi juga seorang guru fisika asal Kota Malang. Namanya Tjandra Heru Awan yang saat itu tercatat sebagai pengajar di SMA 10 Malang.
Lokakarya di siang itu tergolong unik. Berbagai barang bekas menumpuk di ruangan. Dengan berbagai barang bekas tersebut, Tjandra membagikan ilmunya. Ia memperagakan cara membuat berbagai alat peraga pelajaran fisika. Berbagai barang bekas itu, satu demi satu, berubah menjadi alat-alat peraga pelajaran fisika. Sebuah magnet bekas loud speaker, misalnya, berubah menjadi magnet apung yang bisa terlihat mengapung di dalam air. Di tengah mahalnya harga alat-alat peraga pendidikan, apa yang dikreasikan Tjandra sangat bermanfaat bagi para guru. Khususnya para guru di daerah terpencil yang infrastrukturnya seringkali terbatas.
Lahir di Nganjuk, 27 Februari 1951, Tjandra sudah menyukai fisika sejak masa remaja. Hanya saja ia pernah kecewa pada gurunya. Gara-garanya, saat pelajaran fisika, sang guru lebih banyak bercerita dari pada menunjukkan bukti. Misalnya, cerita mengenai gaya adhesi yang mengatakan jika air ditaruh dalam gelas tertutup tidak akan tumpah walau gelasnya dibalik. Karena tidak pernah dipraktekkan di kelas, rasa ingin tahu Tjandra menggelora.” Saya memprakekkan di rumah, dan ternyata benar,” kata Tjandra suatu ketika.
Meski menyukai fisika, Tjandra mengaku sebenarnya tidak ingin menjadi guru fisika. Namun takdir tak bisa ditolak. Lulus program diploma Institut Ilmu Keguruan dan Pendidikan Malang,Tjandra memulai karirnya sebagai guru. Dari berbagai pengalamannya selama mengajar fisika, Tjandra menarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran fisika yang efektif harusnya dilakukan dengan banyak percobaan. Ia pun memulai membuat percobaan-percobaan fisika dari berbagai buku materi pelajaran. Sayang sekali, saat hendak mulai membuat percobaan, tak semua alat peraga fisika tersedia. Kalau pun ada terbatas dan harganya tidak murah.
Tjandra tak menyerah. Mulai 1976, ia mulai membuat alat peraga untuk menguji elastisitas tumbukan. “Ternyata efektif serta disukai siswa,” katanya.
Semenjak itulah Tjandra bekreasi. Berbagai cobaan dan tantangan dalam hidup –termasuk saat anaknya sakit keras dan membutuhkan biaya besar—tak menyurutkan daya kreasinya. Pada 1995, saat mengajar di Sekolah Menengah Pertama 17 Malang, Tjandra punya kegiatan rutin di sela-sela jadwal mengajar. Kegiatan rutin itu adalah mengunjungi Pasar Comboran, yang menjual barang-barang loakan. Di pasar inilah Tjandra mencari dan mendapatkan berbagai barang bekas yang ia jadikan sebagai bahan untuk membuat alat peraga. Belakangan, gara-gara itu pula dia kerap dijuluki “Profesor dari Comboran.”
Kreatifitas yang dilakukan Tjandra telah membawanya meraih beberapa penghargaan. Pada 2002 Tjandra terpilih sebagai juara pertama kompetisi Kreativitas Guru SMP tingkat nasional yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sukses itu, menurut pengakuan Tjandra, telah membuka cakrawala baru dalam hidupnya. Apalagi, apa yang ia rintis, sempat dipandang sebelah mata oleh banyak orang.
Tjandra tercatat juga pernah memenangkan penghargaan Teacher Contest JICA-UPI di Bandung pada 2003, dan meraih juara ketiga Science is Fun Competition Australian Education Centre pada 2005 di Jakarta.
Keberhasilan itu mengantar Tjandra berkeliling ke berbagai pelosok negeri untuk memamerkan alat-alat peraga fisika dari barang bekas atau lazim disebut “Laga Si Rangkas”. Dengan menggunakan barang-barang bekas, ia tak lelah menularkan kreatifitasnya kepada guru. Karyanya pun disebarkan untuk dipelajari para guru di sekolah-sekolah terpencil. Tjandra juga pernah tampil sebagai bintang tamu program televisi Kick Andy. Di acara itu Tjandra kembali menunjukkan kreatifitasnya dengan membuat alat-alat peraga fisika dari barang bekas.
Tjandra kini tak bersama kita lagi. Pada Desember 2008, Tuhan memanggilnya pulang. Meski demikian, karya-karyanya telah memberi inspirasi bagi banyak orang, terutama guru-guru fisika di Indonesia. Tjandra Heru Awan, menjadi salah satu contoh guru yang patut diteladani. Di tengah infrastruktur pendidikan yang mahal dan terbatas, ia tak lelah mengembangkan kreativitas. *** (dari berbagai sumber)